Kemarin sore seperti biasa saya pulang dari kantor. Tiba di rumah sudah hampir menjelang adzan maghrib. Baru saja sampai di rumah, anak saya yang sulung tiba-tiba badannya meriang dan menggigil seperti orang kedinginan. Saya sudah curiga, pasti bakal sakit. Saya raba badannya, mulai panas. Hati saya nggak enak dan diliputi perasaan bingung. Bingung karena dia baru saja dikhitan dan luka khitannya belum sembuh. Dia masih pakai sarung gitu, dan jalannya masih ngangkang. Masa saya membawanya dalam kondisi tertatih-tatih seperti itu ke dokter malam-malam begini? Luka khitan saja belum sembuh, eh dapat sakit demam lagi. Sambil mengusap-usap kepalanya saya berdoa dalam hati semoga panasnya cepat turun, semoga Alalh SWT menyembuhkan anak saya dari sakit, mudah-mudahan tidak perlu ke dokter karena kondisinya yang masih dalam penyembuhan khitan. Saya baca zikir dan beberapa ayat suci (setiap anak saya sakit, saya selalu membaca dua hal ini sebagai salah satu ikhtiar pengobatan selain tentunya obat dari dokter).
Tiba-tiba dari luar rumah ada yang mengucapkan salam. Saya segera keluar rumah menemui siapa gerangan, ternyata seorang ibu yang sedang menggendong anaknya. Saya tidak kenal dengan ibu itu, dan saya heran ada apa maghrib-maghrib begini datang ke rumah saya. “Ada perlu apa, bu”, tanya saya. Dengan suara lirih, dia menjelaskan maksudnya. Dia datang memohon bantuan, rapor anaknya ditahan sekolah karena belum lunas SPP. Untuk membuktikan ucapannya, dia menyerahkan bukti kartu SPP yang memang beberapa bulan belum dilunasi, kartu keluarga, dan surat surat keterangan dari Ketua RT yang menyatakan dia keluarga tidak mampu.
Sejenak saya tertegun, tapi kemudian cepat sadar karena anak saya yang sakit di kamar memanggil-manggil. Saya segera ke kamar. Setelah berbicara dengan istri, saya keluarkan uang dari dompet dan menyuruhnya untuk menyerahkan kepada ibu tadi. Saya percaya dengan ibu tadi, mungkin memang dia sedang membutuhkan bantuan karena sedang kesusahan.
Si ibu menerima uang dengan terharu. Dia juga memohon kalau ada baju anak saya yang tidak dibutuhkan lagi, dia ingin meminta untuk anaknya. Istri saya mencari-cari di dalam lemari sekira ada pakaian anak yang bisa diserahkan kepada ibu tadi. Dia menerima uang dan pakaian bekas anak saya dengan sukacita. Sambil mengucapkan beribu terima kasih, dia berkata dengan suara lirih dalam bahasa Sunda, yang kira-kira artinya: semoga dibalas oleh Allah pemberiannya, ibu doakan semoga diberi kesehatan, murah rezeki, dan sebagainya.
Saya yang mendengar doa ibu itu dari dalam kamar berkata dalam hati, mungkin doa dari orang-orang dhuafa seperti itu yang lebih didengar oleh Allah SWT. Doa dari orang-orang yang teraniaya dan mendapat kesusahan hidup. Dalam hati saya hanya berharap semoga doa ibu itu tadi yang mendoakan kesehatan keluarga saya dikabulkan oleh Allah SWT, semoga saja doa itu mujarab buat anak saya yang suhu badannya sedang panas.
Satu jam setelah ibu tadi pergi, anak saya yang demam mulai uring-uringan. Saya sudah paham bahwa sebentar lagi dia akan muntah. Saya bawa dia ke kamar mandi, ternyata benar dia muntah. Apa yang tadi dimakannya keluar lagi. Setelah muntahnya habis, tidak lama kemudian suhu badannya turun. Saya raba badannya, tidak panas lagi. Alhamdulillah, demamnya hilang dan sesudah itu dia tertidur lelap. Saya bersyukur sakitnya sembuh dan tidak perlu membawanya ke dokter dengan kondisi habis dikhitan. Padahal kalau sudah demam biasanya bisa beberapa hari baru sembuh.
Saya menduga-duga bahwa mungkin ada faktor X yang hanya Alalh yang tahu sehingga anak saya sembuh dari demam dengan cepat. Mungkinkah berkat doa ibu dhuafa tadi? Saya yakin iya. Saya jadi terharu. Ternyata Tuhan yang mengirimkan ibu tadi ke rumah saya tepat pada saat anak saya sakit, yang doanya didengar dan dikabulkan oleh Allah SWT. Hanya karena sedekah yang tidak seberapa itu Allah mengabulkan doa saya dan doa ibu tadi. Saya semakin percaya bahwa sedekah itu dapat membuka pintu-pintu langit sehingga doa kita sampai dan dikabulkan oleh-Nya. Buktinya saya sudah mengalaminya sendiri tadi.
Rumah kami sering kedatangan orang-orang dhuafa seperti ibu itu. Mereka datang memohon bantuan. Terus terang saya tidak mengenal mereka, dan saya heran darimana mereka mengetahui kami dan kenapa mereka datang kepada kami. Alhamdulillah, kami selalu ada kelebihan rezeki dan setiap orang yang datang itu selalu kami beri. Saya selalu berprasangka baik saja bahwa mereka memang lagi kesusahan. Tidak pernah terbersit dalam pikiran saya bahwa mereka menipu. Kalaupun mereka bohong, saya juga tidak rugi, biar urusan benar tidaknya dengan Allah saja. Menurut keyakinan saya di dalam rezeki yang kita peroleh ada hak untuk kaum dhuafa. Dan bagi saya sendiri, mungkin cara mengeluarkan hak itu adalah dengan cara seperti itu.
Istri saya sering bertanya, kenapa mereka hanya datang meminta bantuan ke rumah kami, kenapa bukan kepada tetangga sebelah-sebelah yang sebenarnya lebih berada. Saya memberikan jawaban kepada istri sekenanya saja, mungkin karena pagar rumah kita selalu terbuka dari pagi sampai malam, jadi siapapun tamu boleh masuk (sebagian tetangga kami pagar rumahnya selalu tetutup rapat). Mungkin Tuhan yang sengaja mengirimkan kaum dhuafa itu ke rumah kami? Wallahu alam, semua ada rahasianya, dan hanya Dia yang tahu jawabannya.
Apapun jawabannya, saya tidak mau menduga-duga terlalu jauh. Selagi bisa berbagi dengan orang miskin dan kaum dhuafa, saya akan terus lakukan hal itu. Harta tidak akan dibawa mati. Harta yang kita miliki lebih bernilai jika dirasakan oleh orang yang tidak berpunya. Allah mengajarkan kita untuk selalu membagikan rezeki yang kita peroleh kepada kaum miskin, sebab di dalam harta itu ada hak untuk mereka.
Tahukah anda bahwa seharusnya bukan orang miskin yang berterima kasih kepada kita karena harta yang kita beri, tetapi kitalah yang harus berterima kasih kepada mereka. Karena keberadaan merekalah kita bisa beribadah sedekah dan berzakat. Merekalah ladang amal dan pahala kita. Kalau tidak ada kaum dhuafa itu, kepada siapa sedekah kita berikan? Ibadah sedekah dan zakat itu ada karena di dunia ini ada kaya dan miskin. Karena itu, jangan sia-siakan kaum dhuafa dan orang fakir miskin yang datang kepada kita. Tuhanlah yang mengirimkan mereka kepada kita agar kita bisa menimba amal pahala sebagai tabungan di akhirat kelak.
Tiba-tiba dari luar rumah ada yang mengucapkan salam. Saya segera keluar rumah menemui siapa gerangan, ternyata seorang ibu yang sedang menggendong anaknya. Saya tidak kenal dengan ibu itu, dan saya heran ada apa maghrib-maghrib begini datang ke rumah saya. “Ada perlu apa, bu”, tanya saya. Dengan suara lirih, dia menjelaskan maksudnya. Dia datang memohon bantuan, rapor anaknya ditahan sekolah karena belum lunas SPP. Untuk membuktikan ucapannya, dia menyerahkan bukti kartu SPP yang memang beberapa bulan belum dilunasi, kartu keluarga, dan surat surat keterangan dari Ketua RT yang menyatakan dia keluarga tidak mampu.
Sejenak saya tertegun, tapi kemudian cepat sadar karena anak saya yang sakit di kamar memanggil-manggil. Saya segera ke kamar. Setelah berbicara dengan istri, saya keluarkan uang dari dompet dan menyuruhnya untuk menyerahkan kepada ibu tadi. Saya percaya dengan ibu tadi, mungkin memang dia sedang membutuhkan bantuan karena sedang kesusahan.
Si ibu menerima uang dengan terharu. Dia juga memohon kalau ada baju anak saya yang tidak dibutuhkan lagi, dia ingin meminta untuk anaknya. Istri saya mencari-cari di dalam lemari sekira ada pakaian anak yang bisa diserahkan kepada ibu tadi. Dia menerima uang dan pakaian bekas anak saya dengan sukacita. Sambil mengucapkan beribu terima kasih, dia berkata dengan suara lirih dalam bahasa Sunda, yang kira-kira artinya: semoga dibalas oleh Allah pemberiannya, ibu doakan semoga diberi kesehatan, murah rezeki, dan sebagainya.
Saya yang mendengar doa ibu itu dari dalam kamar berkata dalam hati, mungkin doa dari orang-orang dhuafa seperti itu yang lebih didengar oleh Allah SWT. Doa dari orang-orang yang teraniaya dan mendapat kesusahan hidup. Dalam hati saya hanya berharap semoga doa ibu itu tadi yang mendoakan kesehatan keluarga saya dikabulkan oleh Allah SWT, semoga saja doa itu mujarab buat anak saya yang suhu badannya sedang panas.
Satu jam setelah ibu tadi pergi, anak saya yang demam mulai uring-uringan. Saya sudah paham bahwa sebentar lagi dia akan muntah. Saya bawa dia ke kamar mandi, ternyata benar dia muntah. Apa yang tadi dimakannya keluar lagi. Setelah muntahnya habis, tidak lama kemudian suhu badannya turun. Saya raba badannya, tidak panas lagi. Alhamdulillah, demamnya hilang dan sesudah itu dia tertidur lelap. Saya bersyukur sakitnya sembuh dan tidak perlu membawanya ke dokter dengan kondisi habis dikhitan. Padahal kalau sudah demam biasanya bisa beberapa hari baru sembuh.
Saya menduga-duga bahwa mungkin ada faktor X yang hanya Alalh yang tahu sehingga anak saya sembuh dari demam dengan cepat. Mungkinkah berkat doa ibu dhuafa tadi? Saya yakin iya. Saya jadi terharu. Ternyata Tuhan yang mengirimkan ibu tadi ke rumah saya tepat pada saat anak saya sakit, yang doanya didengar dan dikabulkan oleh Allah SWT. Hanya karena sedekah yang tidak seberapa itu Allah mengabulkan doa saya dan doa ibu tadi. Saya semakin percaya bahwa sedekah itu dapat membuka pintu-pintu langit sehingga doa kita sampai dan dikabulkan oleh-Nya. Buktinya saya sudah mengalaminya sendiri tadi.
Rumah kami sering kedatangan orang-orang dhuafa seperti ibu itu. Mereka datang memohon bantuan. Terus terang saya tidak mengenal mereka, dan saya heran darimana mereka mengetahui kami dan kenapa mereka datang kepada kami. Alhamdulillah, kami selalu ada kelebihan rezeki dan setiap orang yang datang itu selalu kami beri. Saya selalu berprasangka baik saja bahwa mereka memang lagi kesusahan. Tidak pernah terbersit dalam pikiran saya bahwa mereka menipu. Kalaupun mereka bohong, saya juga tidak rugi, biar urusan benar tidaknya dengan Allah saja. Menurut keyakinan saya di dalam rezeki yang kita peroleh ada hak untuk kaum dhuafa. Dan bagi saya sendiri, mungkin cara mengeluarkan hak itu adalah dengan cara seperti itu.
Istri saya sering bertanya, kenapa mereka hanya datang meminta bantuan ke rumah kami, kenapa bukan kepada tetangga sebelah-sebelah yang sebenarnya lebih berada. Saya memberikan jawaban kepada istri sekenanya saja, mungkin karena pagar rumah kita selalu terbuka dari pagi sampai malam, jadi siapapun tamu boleh masuk (sebagian tetangga kami pagar rumahnya selalu tetutup rapat). Mungkin Tuhan yang sengaja mengirimkan kaum dhuafa itu ke rumah kami? Wallahu alam, semua ada rahasianya, dan hanya Dia yang tahu jawabannya.
Apapun jawabannya, saya tidak mau menduga-duga terlalu jauh. Selagi bisa berbagi dengan orang miskin dan kaum dhuafa, saya akan terus lakukan hal itu. Harta tidak akan dibawa mati. Harta yang kita miliki lebih bernilai jika dirasakan oleh orang yang tidak berpunya. Allah mengajarkan kita untuk selalu membagikan rezeki yang kita peroleh kepada kaum miskin, sebab di dalam harta itu ada hak untuk mereka.
Tahukah anda bahwa seharusnya bukan orang miskin yang berterima kasih kepada kita karena harta yang kita beri, tetapi kitalah yang harus berterima kasih kepada mereka. Karena keberadaan merekalah kita bisa beribadah sedekah dan berzakat. Merekalah ladang amal dan pahala kita. Kalau tidak ada kaum dhuafa itu, kepada siapa sedekah kita berikan? Ibadah sedekah dan zakat itu ada karena di dunia ini ada kaya dan miskin. Karena itu, jangan sia-siakan kaum dhuafa dan orang fakir miskin yang datang kepada kita. Tuhanlah yang mengirimkan mereka kepada kita agar kita bisa menimba amal pahala sebagai tabungan di akhirat kelak.
0 komentar:
Posting Komentar